follow me

Jumat, 24 Agustus 2012

Cerpen - Antara Sahabat dan Pena


Antara Sahabat dan Pena

Clara,teringat  kembali dengan sebuah nama.Tiara. Manis nama itu, semanis orangnya.Dialah teman karib Clara yang selalu diingatannya. Sudah lama mereka saling kenal.Pahit-manis persahabatan mereka lalui bersama. Tetapi semua itu hanya tinggal kenangan.Clara kehilangan sahabat karibnya.

            Peristiwa itu terjadi dua tahun yang lalu.Waktu itu mereka sedang berada di kantin sekolah. Clara sedang memarahi Tiara kerana mengambil pena kesukaannya tanpa seizin dan menghilangkannya.

            Jika Clara menanyakan pena tersebut, Tiara hanya menjawab bahwa dia akan segera menggantinya. Namun Indra menolak. Karen pena itu adalah hadiah pertama Clara dari Tiara disaat mereka baru menjadi sepasang sahabat karib.

            “Aku tidak mau kamu menggantinya.Pena itu berharga bagiku.” Clara memarahi Tiara.”Selama pena itu tidak ketemu,selama itu aku tidak mau bertemu denganmu.” Marah Clara. Meja dihentak,sehingga Tiara terkejut. Clara yang mukanya kemerahan,makin merah saat dia marah. Tiara dengan sedih dan terkejut hanya diam lalu pergi dari situ. Clara tau,Tiara sedih mendengar kata-kata itu. Clara tidak berniat melukai perasaan Tiara,tetapi dia terlalu marah dan tanpa dia sedari,mutiara jernih membasahi pipi Tiara.

            “Sudah beberapa hari Tiara tidak masuk sekolah.Apakah dia sakit? Apa yang terjadi ya?” pikir Clara dalam hati. Benak fikirannya diganggu oleh seribu satu pertanyaan.”Ahh..! Aku harus kerumah Tiara” Clara berbisik di dalam hati. Tetapi niatnya berhenti di situ. Dia merasa segan. Dia takut Tiara tidak menerimanya sebagai sahabat lagi. Tiba-tiba telepon rumah Clara berdering.”Ring,riiiiiiiing,riiiiiiiiing,riiiiiiiing ” Ibu Clara yang menjawab panggilan itu.”Ra,,Clara??Cepat ganti baju!,kita pergi ke rumah Tiara ada sesuatu yang terjadi.Kakak Tiara telpon,suruh kita pergi rumahnya sekarang juga” Suara ibu Clara tergesa-gesa menyuruh anak daranya cepat bersiap. Tiba-tiba jantung Clara bergerak laju. Tak pernah dia merasa begitu. Dia merasakan sesuatu yang tidak mengenakkan. “Ya Tuhan,tenangkanlah hatiku. Apapun yang terjadi, aku tahu ini semua ujianmu. Ku mohon jauhilah segala perkara yang tidak baik,selamatkanlah sahabatku.” Doa Clara sepanjang jalan menuju rumah Tiara.


            Ketika mereka tiba,rumah Tiara penuh dengan sanak keluarga. Clara langsung menuju Ibu Tiara.Bersalaman dengan ibunya dan bertanya apa sebenarnya yang terjadi. Ibu Tiara dengan nada sedih memberitahu Clara bahwa Tiara dilanggar mobil sewaktu menyeberang jalan dekat dengan sekolahnya.
”Dia memang tidak enak badan,tapi dia ngotot pergi ke sekolah,katanya mau bertemu denganmu.Tapi niatnya tidak kesampaian,sampai dia menghembuskan nafas terakhirnya,kak Heni menemukan suarat digenggaman tangan Tiara.” terisak-isak suara ibu Tiara menceritakan kepada Clara sambil memberikan surat yang ingin sekali diberikan Tiara kepada sahabat karibnya,Clara. Di dalam ampol merah muda itu,terdapat pena Clara yang hilang dan beberapa bait tulisan tangan Tiara.

Dear Clara,

Aku minta maaf udah buat kamu marah karna pena kesukaanmu yang hilang.Sehabis kamu memarahiku,aku langsung pulang dan mencari penamu ujan-ujanan.Aku udah cari disudut-sudut rumah,tapi ngak ketemu,aku coba ingat lagi dan aku ingat penamu tertinggal di Lab Ipa.Karena demam,aku nyuruh Siti cari penamu di Lab dan memberikannya kepadaku biar aku memberikannya ke kamu,sekalian minta maaf.Terima kasih kerana telah menghargai pemberianku dan persahabatan yang terjalin selama setahun ini.Terimakasih telah mengajariku tentang arti penting persahabatan.

Love,Tiara.

            Kelopak mata Clara dipenuhi mutiara jernih yang akhirnya jatuh berlinangan dengan derasnya. Kalau ada satu kesempatan,Dia ingin memeluk tubuh Tiara dan meminta maaf padanya atas semua keegoisannya yang lebih mementingkan pena dari pada sahabatnya itu,namun apa daya semua telah terjadi tidak dapat terulang lagi. Mayat Tiara masih di rumah sakit.Tiba-tiba dentuman guruh mengejutkan Clara dari lamunannya. Barulah dia sadar bahwa Dia hanya mengenang kisah tragis.Persahabatan lebih berharga dari pena. Clara benar-benar menyesal dengan perbuatannya. Dia berjanji tidak akan mengulang kembali peristiwa tersebut.

Semenjak saat itu,Clara sering datang ke kuburan Tiara untuk membacakan doa dan menabur bunga.Tak jarang ia pun sering mengajak ngobrol dan mencurahkan isi hatinya dipusara sahabatnya itu. Didalam doanya ia selalu bertanya,”Tuhan,Apakah Dia memaafkan aku,atas semua kesalahan dan keegoisan yang aku perbuat untuknya?”
Sampai sekarang,Clara masih ingat akan peristiwa yang tidak terlupakannya itu.Ia sering menangis seorang diri,mengingat kembali masa-masa indahnya bersama Tiara.

Penulis : Lorensius Alfian

Cerpen - Sayang,Kita Harus Putus


Sayang, aku ingin putus

Oleh : “Anonym”

Sore itu,aku mendapat satu SMS dari nomor baru,”Vera” begitulah bunyi sms pendek tersebut. Aku langsung membalas dengan bertanya “siapa ini?”. Dia mengaku sebagai Dika,teman sekelas ku. Aku masih belum percaya bahwa dia adalah Dika,akhirnya aku bertanya dengan teman-temanku apakah mereka mengetahui nomor siapa ini. Ternyata nomor itu milik Roby teman sekelas ku juga,ia mendapatkan nomor ku dari salah satu teman ku katanya.
Setelah itu,kami jadi sering sms-an sampai larut. Aku awalnya tidak memiliki perasaan apa-apa terhadap Roby,tapi suatu ketika dia menembakku dan aku tidak menerimanya karna aku menganggap dia hanya teman. Dia tidak putus asa,beberapa kali dia menembakku lagi sampai akhirnya aku menerimanya karna aku mulai memiliki perasaan yang sama dengannya,tapi saat aku menerimanya aku berkata bahwa aku tidak dibolehkan berpacaran selama sekolah,jadi kita tidak bisa ketemuan atau jalan keluar. Ia pun menyanggupinya.
Kami berpacaran hanya lewat sms dan telfon,di sekolah pun kami jarang berbicara karna kami tidak mau teman-teman kami yang lain tau bahwa kami berdua pacaran. Selama itu kami banyak menghadapi masalah sampai harus putus nyambung putus nyambung. Suatu saat aku ketahuan berpacaran oleh orang tuaku, akhirnya hp ku disita dan kami tidak berhubungan lagi. Ketika hp ku dikembalikan,aku menghubungi Roby lagi dan kami pun berpacaran kembali.
***
Saat itu Roby ingin sekali menemuiku,tapi aku tidak mau karna takut ketahuan. Kami pun sepakat untuk bertemu didepan jendela kamar ku pada jam 3 subuh. Ketika kami bertemu, kami senang sekali walau dibatasi oleh teralis jendela kamarku. Tapi sayang, saat itu juga mama ku masuk ke kamar ku dan melihat ada Roby di depan jendelaku. Roby pun langsung pergi dan aku hanya bisa diam saat orang tua ku memarahiku. Hp ku kembali disita selama berbulan-bulan dan kami tidak berhubungan lagi. Aku mengira bahwa Roby telah memiliki kekasih baru dan melupakanku,padahal saat itu aku masih sangat sayang kepadanya.
Setelah 6 bulan,hp ku pun dikembalikan tapi aku tidak menghubungi Roby. Pada tanggal 18 Februari saat dia berulang tahun,aku beranikan diri untuk mengucapkan selamat ulang tahun kepadanya. Aku kira dia tidak akan membalas smsku,tapi ternyata dia membalas smsku dengan ucapan terima kasih. Bermula dari sanalah hubungan kami terjalin lagi.
***
Naik ke kelas 2,
Saat pembagian kelas,aku dan Roby sekelas lagi,tapi orang tua ku tidak menyetujuinya dan meminta kepada guruku untuk memindahkan ku ke kelas yang lain. Aku pun rela dipindahkan dan tidak sekelas lagi dengan Roby. Tapi,kami masih berhubungan baik walaupun aku terkadang cemburu dengannya yang sekelas dengan mantannya. Di saat seperti itu,aku biasanya meminta Roby untuk menelfonku dan ku ceritakan semua unek-unekku kepadanya. Tidak jarang di telfon aku menangis dan Roby juga ikut menangis.
Sebenarnya aku ingin kami tidak berhubungan lagi karna aku tidak mau terus-terusan membohongi orang tuaku,aku dulu berjanji bahwa aku tidak mauberpacaran lagi tapi ternyata aku tetap berpacaran. Berbagai cara ku coba untuk membuat Roby benci kepadaku dan meninggalkan aku. Saat itu aku hanya bisa berkata bahwa aku tidak akan bisa membuatmu bahagia karna keadaan ku yang terlalu di kekang dan aku tidak pernah bisa mengerti kamu. Tapi Roby selalu saja berkata “Tujuan hidupku hanya kamu Vera,jadi kalau kita putus,aku tidak punya tujuan hidup lagi. Aku hanya ingin nanti kita bisa menikah dan bersama selamanya. Aku akan selalu mengerti keadaanmu dan memahami segala kekurangan mu”. Aku hanya bisa menangis mendengar perkataannya.
Suatu saat aku benar-benar ingin Roby meninggalkan aku dan memberinya kebebasan untuk mencari wanita lain yang lebih baik dariku,yang dibolehkan pacaran oleh orang tuanya sehingga wanita itu bisa membahagiakan Roby. Aku akhirnya meminta kepada Roby untuk putus dengan alasan aku sudah tidak tahan dan tidak sayang lagi dengan nya,padahal aku sangat sayang kepadanya. Aku tau itu menyakitkan baginya,tapi hanya cara itulah yang bisaku lakukan. Roby pun bersedia untuk ku putuskan.
Setelah beberapa lama tidak berhubungan dengan Roby,aku merasa sangat kesepian dan hampa. Aku hanya dapat berharap suatu saat kami bisa bersama,kalau pun tidak bisa semoga saja dia mendapatkan kebahagiaan dengan wanita pilihannya.
Ini teman,contoh Cerpen yang dikirim oleh “Anonym” kepada saya untuk dipostkan,sekarang udah saya post. Jadi,buat kamu-kamu yang punya cerpen bagus dan mau dipost diblog gue,bisa koq.. cukup kirim cerita kamu ke alamat e-mail aku laurance_818@yahoo.com sertain nama kamu juga yah,kalo ngak mau nama kamu yang tampil,cukup bilang “Anonym”,ntar kamu tinggal buka blog ini,pasti cerita kamu sudah gue post…
MAKE YOUR STORY,Guys!

Cerpen - Maafkan Aku


Maafkan Aku (Sengaja)
Oleh : Fitri
Sudah hampir melewati tahun ke-empat, sejak Levina putus dengan Dewa, namun keakraban yang masih terjalin di antara keduanya nyaris membuat Levina tak pernah merasakan kesendirian setelah berpisah dari Dewa. Bisa dibilang mereka memang putus secara lisan, namun secara fisik tidak. Antara Levina dan Dewa masih terjalin komunikasi dan mereka sering jalan bersama.
Kata orang hubungan seperti ini rawan CLBK (cinta lama bersemi kembali). Tapi dulu Dewa pernah bilang bahwa dia penganut paham ANTI “teklek kecebur kalen” yang artinya daripada nyari pacar baru mending balikan sama mantan. Intinya, Dewa anti balikan lagi sama mantan. Kalo begitu berarti Teman tapi mesra dong..? Auk ah gelap! Levina tak mau ambil pusing, apalagi saat ini dia pun sudah punya pacar baru, namanya Edho.
Dewa tau kalo Levina sudah punya pacar baru. Levina sendiri yang bilang begitu kepadanya. Namun entah mengapa ia merasa belum siap jika harus kehilangan kebersamaan dengan Levina.
” Akh, lagian Vina sendiri juga mau aja diajak jalan”, batin Dewa menghibur rasa bersalah yang tiba-tiba terbersit.
Hanya Edho saja rupanya yang tidak tau bahwa pacarnya yang cantik itu masih kerap jalan dengan sang mantan. Maklumlah, dia berada di luar kota karena mendapat beasiswa untuk kuliah di Universitas Negeri di Jakarta. Sedangkan Vina dan Dewa keduanya tetap kuliah di kota asal, Yogyakarta.
” Ini kan bukan cinta segitiga. Aku sama Dewa cuma temenan kok. Memangnya salah…??”, kata Levina pada sahabatnya, Ayu yang sedang menanyakan perihal kedekatannya dengan Dewa
” Iyaa.. salah”, jawan Ayu hati-hati takut menyinggung sahabatnya.
” Tapi aku sama Dewa itu nggak pernah ngomongin perasaan. Dia juga tau kok aku punya pacar”, kata Vina lagi. Dalam hatinya dia mulai ragu, apakah memang yang di katakan Ayu benar adanya.
” Hmm.. Coba gimana kalo keadaannya dibalik aja. Gimana kalo ternyata diam-diam selama ini Edho jalan sama mantannya juga. Kamu terima? ” sambung Ayu lagi. Vina menggeleng.
” Enggaklah.. Aku nggak mau” jawabnya pelan.
Sejak percakapan itu hati Levina makin tak karuan. Dia terus bertanya pada diri sendiri apakah sebaiknya tetap akrab dengan Dewa ataukah membatasi diri karena dia sudah menjadi milik Edho. Vina cinta sama Edho, tapi dia juga sayang sama Dewa. Apalagi keluarga Dewa juga sudah dekat dengannya. Rasanya nggak enak jika ia menolak ajakan Dewa untuk jalan bareng, apalagi Vina sendiri juga merasa aman bersama Dewa.
Kadang dia bertanya-tanya apakah Dewa masih mencintainya. Dewa orangnya sangat tertutup.sewaktu pacaran dulu saja, ia sangat jarang mengumbar kata cinta. Apalagi sekarang. Vina juga malu jika harus menanyakan langsung perasaan Dewa kepadanya. Takut dikira ke GR-an.
” Kamu sering jalan-jalan juga sama pacarmu? ” tanya Dewa suatu sore saat mereka makan bersama di sebuah foodcourt./p>
” Iya, sering. Hobi kami sama, wisata kuliner” jawab Levina dengan mata berbinar-binar. Sekilas rasa rindu pada Edho merasuk di dada.
” Kamu suka sama dia..? ” tanya Dewa. Hmm.. Sebuah pertanyaan yang aneh untuk dipertanyakan. Namun Vina mengangguk pelan.
” Dia butuh aku..” katanya kemudian
” Maksudmu..? ” tanya Dewa
” Dia pernah bilang butuh aku. Kadang kami menangis bersama saat melewati masa yang berat. Dia nggak sekuat kamu. Aku yakin kalo kamu bisa melewati apapun tanpa aku..
Dewa menatap dalam ke arah Vina. Entah apa yang dipikirkannya. Akh, Vina.. Engkau kan tau Dewa bukan pria yang pandai merangkai kata.
” Kamu aja yang nggak tau, Vin…” kata Dewa.
Vina hanya diam, enggan menanyakan apa maksudnya. Tiba-tiba ia merasa nggak nyaman pembicaraan telah berubah jadi serius.
Oh Tuhan, semoga aku nggak salah mengambil keputusan, doa Levina dalam hati.
###
September datang. Vina telah memutuskan jauh-jauh hari untuk mengunjungi Edho di bulan ini. Bulan september ini mereka akan merayakan berdua hari jadian yang ke-tiga tahun. Tak terbayang oleh Vina betapa senangnya ia akan segera bertemu Edho. Kini, harapan itu hampir nyata. Edho akan segera menjemputnya di bandara.
Tak lama dilihatnya sosok yang begitu dirindunya, Edho yang rapi yang senantiasa berkemeja dan wangi. Duh, Vina segera berlari memeluknya. Ada kerinduan yang membuncah. Edho pun terlihat begitu senang dapat bertemu lagi dengan Levina. Tangan kekarnya memeluk tubuh Vina dan lalu menggandengnya hingga ke parkiran
” Met hari jadian ya..” kata Vina manja.
” Iya , moga kita awet ya, selamanya saling cinta” balas Edho.
” Aku sudah menyiapkan makan malam buat acara kita ini, kuharap kamu akan suka” kata Edho. Vina tersenyum manis. Ya, saat ini apapun pasti dia suka, asalkan bisa bersama Edho.
Bip! Bip! Vina melihat ponselnya. Suara alarm. Dia lupa ternyata pernah mensetting sebuah agenda di hari bersejarahnya ini. Tulisannya cukup kecil di ponsel Vina tapi cukup jelas terbaca ” Ultahnya Dewa”. Rupanya keceriaan hari ini sampai-sampai membuat Vina lupa bahwa Dewa juga ulangtahun di hari yang sama dengan hari jadiannya bersama Edho. Hanya sebuah kebetulan hari jadi itu sama, kadang malah Vina merasa itu menguntungkan dirinya. Sehingga tak pernah terlewatkan memberi ucapan ultah pada Dewa.
Alarm ini menyelamatkan Vina yang hampir terlupa hari ultah Dewa. Di bukanya pesan baru dan menuliskan beberapa kata ucapan ultah untuk Dewa.
” Dari siapa, Vin..?” tanya Edho mengagetkan Vina.
” Oh, cuma alarm agenda kok “
” Memang ada acara lain, Vin kok pake di alarm segala”, tanya Edho menyelidik
” Akh enggak. Ini.. Ini.. Alarm hari jadi kita..”
jawab Vina, asal. Edho tersenyum.
###
Akhirnya Vina membatalkan mengirim ucapan ultah untuk Dewa. Dan ini pertama kalinya sejak mengenal Dewa, Vina melewatkan ucapan ultah pada Dewa. Selain hari itu dia seharian bersama Edho, di satu sisi kata hati Vina mulai merasa bersalah masih begitu perhatian pada Dewa padahal sudah ada Edho di sisinya. Dia pun pasti nggak suka jika tau semisal Edho masih ingat hari ultah mantannya, apalagi sampai memberi ucapan selamat segala.
” Maafkan aku ya Dewa, sengaja lupa hari ultahmu” kata Vina dalam hati.
###
Dua hari kemudian Vina kembali ke Yogja. Tak menunggu lama, malamnya Dewa datang.
” Met ulangtahun ya, Dewa..” sambut Vina. Dewa diam saja, wajahnya nampak serius.
” Kamu nggak ngucapin di hari ultahku. Nomerku hilang..?” tanya Dewa datar
” Ada kok nomermu. Tapi aku memang nggak ngucapin. Yang penting kan sekarang juga udah ngucapin” jawab Levina polos.
Dewa nggak lama berkunjung malam itu. Dia berpamitan. Ada yang beda di raut wajahnya, seperti marah atau benci? Akh, Vina berusaha tak berburuk sangka. dia sudah lama kenal sama Dewa. Nggak mungkinlah hanya karena (sengaja) lupa memberi ucapan selamat ultah, dewa akan marah.
Tapi sejak hari itu Dewa tak pernah datang lagi ke rumah Vina maupun dalam hidup Vina. Bahkan telponnya pun tulalit tiap Vina coba menghubungi.
” Aku ganti nomer.. ” jawab Dewa singkat saat Vina menanyakannya dengan berkunjung ke rumah Dewa.
” Berapa?”
” 081914677***”
” Oke aku save ya”
Setibanya dirumah, Vina langsung menghubungi nomer baru Dewa, dan ternyata tetap tulalit. tiba-tiba Vina merasa sangat sedih, ia sadar Dewa sengaja menjauhinya. Dewa telah memberinya nomer palsu.
” Ya Tuhan, kenapa jadi begini. Seandainya aku tau betapa pentingnya ucapan ultah itu bagi Dewa. Tapi Dewa.. Kenapa juga kamu berpikiran begitu sempit menganggap ucapan itu adalah jawaban akhir atas apapun prasangkamu. Harusnya kamu lebih bisa mengutarakan semua yang kamu rasa…” tak terasa air mata mengalir di pipi Vina. Sama sekali ia tak menduga hubungan baik yang telah terjalin beberapa tahun ini harus
berakhir hanya karena ia (sengaja) lupa mengucapkan selamat ulang tahun.
###
” Happy Birthday, September! “

s� o �2� (�� ansi-language:FR-LU'>Mila pun pergi mengantar ibunya. Saat dimakam ayahnya, ibunya berdo'a hening untuk cinta matinya. Dan tak disangka-sangka Mila melihat ayahnya menggunakn peci berdiri di dekat ibunya. Masih selalu tampan. Dan Mila pun menangis. Ayahnya berkata
“hapus air matamu sebelum ibumu tau”. Aku akan slalu ada,sayang. Jadi.. Berjanjilah untuk tidak menangis lagi. Tatap masa depanmu sebesar kepercayaanmu akan Tuhan. Tuhan mncintaimu, anaku. Sangat cinta. Jika kau belum mengerti, tunggu beberapa tahun lagi. Kebahagiaanmu akan abadi.”
“bisakah kebahagiaan itu datang tanpa seorang ayah, ayah?”, balas Mila menundukan kepala.
“Aku berjanji akan selalu bersamamu, sayang. Meskipun tak beraga. Tapi aku berjanji... Agar abadi itu menjadi nyata” jawab ayahnya dengan senyuman dan langsung menghilang.


END
Karya : Lorensius Alfian Syarai

n lang L �2� (�� nt-size:12.0pt;font-family:"Times New Roman","serif"; mso-fareast-font-family:"Times New Roman";mso-ansi-language:DE-LU'> 
"Kamu jahat!! Aku gak suka dipanggil bohay!"
"Laa emang kenyataannya kan?"
"aaaa Fian" tampak masih seperti yang dulu.

Nabila yang tampak tak berubah, Nabila yang tetap dengan kesendirian. Walaupun dia sudah ada yang punya. Andai saja aku bisa menemaninya. Pergi mengitari kota ini berdua. Pasti indah rasanya.

Entah, mengapa bisa terlintas dalam bayanganku untuk memilikinya lagi??  seperempat hatiku masih tertinggal disana. Dan aku tak tahu, apakah hatiku itu kembali utuh kembali lagi dan akan kuberikan kepada wanita lain atau apa?? Aku juga tak tahu..

Seandainya mimpi itu lebih dulu datang ketimbang suamimu, mungkin aku sudah memiliki baby yang lucu untuk kau timang setiap hari..

Hahh

"Rajin-rajinin Sekolah Tu, supaya gak rugi Bapak nyekolahin kamu. Masalah cewek gampang. Yang penting kamu Rajin Sekolah, dapet kerjaan, kamu pasti bakalan dicari sama cewek-cewek. Buktikan itu!!"


Hanya itu yang terlintas dalam benakku saat ini..

Cerpen - Kenapa Kau Pergi,Ayah


“Kenapa kau pergi,Ayah”

Oleh : Lorensius Alfian Syarai

1 April 2012

Aku sedang berbincang dengan kemiskinan. Kemiskinan hatiku. Keraguan cinta-Mu,Tuhan. Tidakah kau lhat ibuku? Air matanya tak pernah berhenti mengalir memenuhi bendungan nyawaku yang tak mampu lagi menampungnya.
Tuhan.. Masihkah kau tega melihat ibuku selalu berbaring menanyakan kemana suaminya?
Adakah yang mewakiliku untuk mnjawabnya?
Adakah Kau mewakiliku untk menjawabnya?

Setahun lalu ayah Mila meninggal dunia. Saat itu pula, ibunya sedang koma di sebuah Rumah Sakit di Jakarta.
“Kau tahu?Ayahku adalah orang jujur. Dan ia meninggal karna kejujurannya. Inikah keadilan,Tuhan? Inikah yang namanya kejujuran akan menang? Ayahku dibunuh dengan kejujurannya. Dan apa yang bisa aku lakukan? Hanya bisa menangis saat ayahku dimandikan. Hanya bisa menangis saat ayahku dimakamkan. Dan hanya akan slalu menangis saat ibuku brtanya, " Ayahmu Ke Mana?" “ Mila selalu menangis meratapi hidupnya.

Mila sudah menjadi anak yatim saat duduk dibangku SMA. Masa SMA seharusnya dilaluinya dengan canda dan tawa dengan teman-temannya,namun sifatnya sangat dewasa melebihi umurnya. Tak pernah ia pergi kemanan-mana,ia selalu menjaga ibunya yang terbaring lemah di rumah sakit yang selalu bertanya kemana suaminya. Sebelum ayahnya meninggal, ia meminta Mila agar selalu menjaga ibunya. “Ibuku harus bahagia” itulah yang memotivasi Mila setiap saat.

Saat tersadar dari komo,ibu Mila terus mencari suaminya. Namun Mila tak pernah mengatakan bahwa Ayahnya sudah meninggal karna dibunuh,Mila tidak ingin kalau ibunya shock dan kembali koma. Dia ingin membuat ibunya sembuh dan bahagia sesuai janji pada ayahnya. Tapi tetap saja,ibunya merasa dibohongi. Ibunya menjadi penyendiri dan tak mau berucap kata. Mila berkata bahwa ayahnya hanya pergi menjalankan tugas dinasnya,yang kebetulan ayah Mila adalah seorang ABRI.
“Oh Tuhan... Aku sungguh tak sehebat yang kau kira. Aku dipaksa ikhlas padahal sebenarnya tidak. Tapi kalau aku saja tak kuat, bagaimana pula dengan ibuku?
Aku tak membenci pembunuh ayahku. Sungguh tak ku benci. Karna aku percaya,ada tempat untuk seorang pmbunuh di api neraka.” Mila kembali meratapi nasib malangnya. Kemudian Mila menggambil buku diari tempat ia menuangkan semua keluh kesahnya.
Di situ ia mulai menulis.

oh ayah.. Kau sedang apa?
Aku  merindukanmu sungguh.
Aku sungguh-sungguh merindukanmu..
Rindukah kau kepadaku?
Aku rindu belaianmu...
Aku rindu kau kecupan dikening sebelum tidur
Aku ingin bertemu dengan mu,Ayah
Aku ingin kau kau kecup kening ku agar siang terasa lebih lama
Bisakah kita bertemu?

Tak sadar airmata Mila menetes diatas kertas buku diarinya. Dia langsung menutup diarinya dan beranjak tidur. Tak lama ia terbangun,namun semua terasa berbeda. Ia tersesat disebuah tempat dengan cahaya yang menyilaukan. Terlihat sesosok pria mengenakan baju putih berdiri didepannya. “Ayah?” teriak Mila dan langsung memeluk sosok itu. Dia bertemu dengan Ayahnya. Namun tak lama,cahaya meredup dan seketika Mila terbangun dari mimpinya.
“Malam itu sangat ingin kuabadikan. Kau tahu? Aku brtmu ayah! Aku brtmu denganya! Ia sungguh tampan dengan pakaian putih yang ia kenakan. Aku memeluknya! Aku memeluk ayahku, Dunia! Ayahku menangis saat ia berkata ia merindukan ibu. Ia menangis saat ku ceritakan tentang ibu yang selalu setia menunggu dirinya. Hmm.. Aku bisa apa? Ayahku berkata, jagan bohongi ibu terlalu lama” Mila menulis kejadian semalam yang ia rasakan dibuku diarinya.

Ia kemudian pergi ke kamar ibunya. Ia menatap mata ibunya. “Kapan Ayah pulang?” Tanya ibunya. Mila menarik nafas panjang kemudian berkata " Ayah tak akan kembali,ibu. Tapi kita pasti akan bertemu dengan ayah. Pasti !"
Meneteslah airmata ibu Mila. Mila merasa begitu bersalah. Namun semua telah dikatakan,tak dapat ditarik kembali. Mila tak pernah bermaksud membuat ibunya semakin terpuruk. Mila yakin ibunya akan marah besar padanya,tapi dugaannya salah. Ibunya menghapus airmata yang mengalir dipipinya dan menghapus airmta Mila. “Aku sudah tahu, sayang. Tadi malam ayahmu datang. Aku tak apa-apa. Maksudku, aku berusaha sudah tak apa-apa. Maukah kau mngantarku ke makam ayahmu?” kata ibunya mengaja Mila pergi ke makam.

Mila pun pergi mengantar ibunya. Saat dimakam ayahnya, ibunya berdo'a hening untuk cinta matinya. Dan tak disangka-sangka Mila melihat ayahnya menggunakn peci berdiri di dekat ibunya. Masih selalu tampan. Dan Mila pun menangis. Ayahnya berkata
“hapus air matamu sebelum ibumu tau”. Aku akan slalu ada,sayang. Jadi.. Berjanjilah untuk tidak menangis lagi. Tatap masa depanmu sebesar kepercayaanmu akan Tuhan. Tuhan mncintaimu, anaku.
Sangat cinta. Jika kau belum mengerti, tunggu beberapa tahun lagi. Kebahagiaanmu akan abadi.”
“bisakah kebahagiaan itu datang tanpa seorang ayah, ayah?”, balas Mila menundukan kepala.
“Aku berjanji akan selalu bersamamu, sayang. Meskipun tak beraga. Tapi aku berjanji... Agar abadi itu menjadi nyata” jawab ayahnya dengan senyuman dan langsung menghilang.

END
Karya : Lorensius Alfian Syarai

n lang L �;� (�� nt-size:12.0pt;font-family:"Times New Roman","serif"; mso-fareast-font-family:"Times New Roman";mso-ansi-language:DE-LU'> 
"Kamu jahat!! Aku gak suka dipanggil bohay!"
"Laa emang kenyataannya kan?"
"aaaa Fian" tampak masih seperti yang dulu.

Nabila yang tampak tak berubah, Nabila yang tetap dengan kesendirian. Walaupun dia sudah ada yang punya. Andai saja aku bisa menemaninya. Pergi mengitari kota ini berdua. Pasti indah rasanya.

Entah, mengapa bisa terlintas dalam bayanganku untuk memilikinya lagi??  seperempat hatiku masih tertinggal disana. Dan aku tak tahu, apakah hatiku itu kembali utuh kembali lagi dan akan kuberikan kepada wanita lain atau apa?? Aku juga tak tahu..

Seandainya mimpi itu lebih dulu datang ketimbang suamimu, mungkin aku sudah memiliki baby yang lucu untuk kau timang setiap hari..

Hahh

"Rajin-rajinin Sekolah Tu, supaya gak rugi Bapak nyekolahin kamu. Masalah cewek gampang. Yang penting kamu Rajin Sekolah, dapet kerjaan, kamu pasti bakalan dicari sama cewek-cewek. Buktikan itu!!"


Hanya itu yang terlintas dalam benakku saat ini..

Cerpen - Hanya Khayalan


“Hanya Khayalan”

Oleh : si Penghayal Bayangan

Aku masih tak tahu persis. Kenapa aku sampai disini. Perjalanan terasa cepat karna aku tertidur tadi hingga aku sampai disini. Didepan tubuhnya yang waktu itu ada didepan mixer. Ia adalah seorang announcer sama sepertiku. Rasa kagumku lebih dari segalanya sampai hari ini aku tak tahu, angin apa yang membawaku sampai disini.

"Nabila" ia mengulurkan tangannya. Wajah yang sebelumnya tak pernah membuat diriku setertarik ini.
"Alfian" jawabku,
Ia terkaget seketika. "Oh, yang ini namanya Alfian. Kok beda sama yang ada difoto ya?"
"Tambah jelek ya?" sergahku.
"Kok tambah ganteng?" seketika aku merasa besar kepala sekian sentimeter dari aslinya.
"Kamu juga, kok ngirim foto jelek itu ke aku??"
"Ah dasar, kamu jahat!!" Seketika obrolan itu jadi bahan tertawaan di studio siaran, sehingga membuat gaduh beberapa menit.
"Kamu cantik!" aku hanya bisa mengeluarkan perkataan itu. Tidak lebih tidak kurang. Ia hanya menyimpulkan senyumnya tandanya dia juga hoby untuk disanjung seperti itu. Haha

Malam begitu larut. Ia sudah terbiasa untuk siaran jam segini hingga radio tutup. Kebetulan radio tempat dia siaran tak jauh dari tempat tinggalnya. Aku menemaninya. Dan itupun tak sampai untuk hari itu saja. Besok hingga lusa.

Tak tahu kenapa,aktivitas itu tak urung aku akhiri sampai-sampai jadwal siaran aku atur sedemikian rupa agar bisa bersama menemaninya untuk siaran walau hanya sebentar saja. Memang agak terdengar aneh. Inilah yang dinamakan cinta. Cinta bisa datang kapan saja tanpa kita ketahui.

Rasa cinta itu berubah menjadi rasa rindu yang menggebu-gebu setiap saatnya. Beberapa kali aku menjalin perasaan pada wanita, tak ada yang sekeras ini. Namun aku simpan, karena ku tahu dia sudah ada yang punya. Walau ku tahu pacarnya ada jauh disana (di kapal pesiar), tapi hati ini tak akan pernah berubah. Benar kata pepatah : sebelum janur kuning melengkung, apapun masih bisa diraih. Haahh. Persetan dengan pepatah itu, aku sudah berada di hadapan orang tua gadis yang bernama Nabila itu.

"Kamu jangan sekali-kali mendekati anak saya!! Anak saya sudah ada yang punya!! Kamu tahu! Ini cincin-nya!! Sebentar lagi anak saya akan dinikahkan!"

Degg..

Setelah ketauan pacaran di studio siaran, aku harus rela mendengar kata itu langsung ke telingaku. Perasaan sakit karena kena maki, dan beberapa bulan lagi sakit yang begitu parah itu aku rasakan ketika aku tahu, dia sudah menikah dengan pria lain.

Memang sakit rasanya ketika kita tahu, Cinta tak harus untuk memiliki..
Lebih sakit lagi ketika kita tahu, kita menjadi orang ketiga.

Dimana-mana orang ketiga memang diyakini sebagai jurang penghancur dalam suatu hubungan. Mungkinkah itu aku? Dan kini aku berada disebelahnya. Mungkin ia juga berpikir atau mungkin sekedar bertanya dalam hati. Angin apa yang bisa membawanya hingga dia ada disini. Ia satu crew denganku,

"Kamu sekarang tampak berisi!"
"Cantikan mana?? dulu atau sekarang??"
"Mataku gak akan pernah berubah. Antara dulu dan juga sekarang gak ada bedanya. Kamu masih cantik. Cuma badanmu itu lho yang buat kamu terlihat bohay. Aku suka lihatnya! Hahaha" sembari tertawa nakal kepadanya.

Satu tahun tak membuatnya berubah secara psikis. Dia tetap Nabila yang aku kenal dulu. Selalu tersenyum, Selalu Cantik. Masih selalu asik untuk kupandang sedemikian rupa menjadi khayalan yang siap kutelan dalam-dalam.

"Kamu jahat!! Aku gak suka dipanggil bohay!"
"Laa emang kenyataannya kan?"
"aaaa Fian" tampak masih seperti yang dulu.

Nabila yang tampak tak berubah, Nabila yang tetap dengan kesendirian. Walaupun dia sudah ada yang punya. Andai saja aku bisa menemaninya. Pergi mengitari kota ini berdua. Pasti indah rasanya.

Entah, mengapa bisa terlintas dalam bayanganku untuk memilikinya lagi??  seperempat hatiku masih tertinggal disana. Dan aku tak tahu, apakah hatiku itu kembali utuh kembali lagi dan akan kuberikan kepada wanita lain atau apa?? Aku juga tak tahu..

Seandainya mimpi itu lebih dulu datang ketimbang suamimu, mungkin aku sudah memiliki baby yang lucu untuk kau timang setiap hari..

Hahh

"Rajin-rajinin Sekolah Tu, supaya gak rugi Bapak nyekolahin kamu. Masalah cewek gampang. Yang penting kamu Rajin Sekolah, dapet kerjaan, kamu pasti bakalan dicari sama cewek-cewek. Buktikan itu!!"


Hanya itu yang terlintas dalam benakku saat ini..

Cerpen - Bukan Dia Tapi Aku


Bukan Dia Tapi Aku

Oleh : Abriandi Saputra

Sebenar benarnya judul ini saya ambil dari sebuah lagu yang cukup ternama. judika, dialah namanya penyanyinya. ntah, mulai banyak di gerumuni banyak penggemar. siapalah yang tak menyukai lagu ini, makna yang cukup mendalam juga pengalaman umum percintaan yang sewajarnya. perselingkuhan, penghianatan, bahkan pada pendustaan akan cinta memberi warna tersendiri terhadap kehidupan. sebuah pengorbanan nyata dibalik setiap harapan untuk mencintai dan dicintai secara utuh. terlebih, dengan karakter vokal penyanyi yang saya rasa cukup untuk mendobrak pasar di tanah air.
“bukan dia, bukan dia, tapi aku”, sepenggal lirik dalam lagu tersebut. sebuah pengakuan dari segelintir kebijakan untuk menerima nasib dalam percintaan. memang sungguh berat, ketika manusia dihadapkan pada pilihan-pilihan yang rumit (baca: antara tujuan dan prosesnya). tapi apalah daya disaat mentalitas pria diuji dengan air mata. rasa yang sungguh mendalam untuk terwujudnya cita-cita bersama.
memahami antara satu sama lain cukuplah sulit. pola komunikasi yang dibangun juga patut untuk menjadi bahan pertimbangan. bahwa manusia diciptakan untuk hidup berpasang-pasangan, juga untuk mengetahui kualitas pada bentuk, hakekat maupun nilai cinta itu sendiri. pengunduran diri yang memberikan makna terdalam, bahwa cinta memang tak harus memiliki. terus menerus tersakiti, tanpa adanya kesempatan pada pembuktiannya. biarlah tuhan yang menjawab, bahwa sesungguhnya tuhan maha mencintai selallu mengerti.
begitu pun dengan saya, sebenarnya saya tidak ingin untuk bercerita. tapi apa daya, saya sungguh merasa ingin melontarkannya. cinta yang saya perjuangkan terhadap seorang wanita selallu berujung dengan kekecewaan. bukanlah salahnya, meski juga membela bahwa buka kesalahan saya juga. tidak ada perjuangan yang sia”, hanya itu yang saya percaya. rasa harap yang terus ada, harus terhenti dengan pengetahuan tentang keberadaan kekasih” wanita tersebut, ntah lewat jaringan sosial ataupun pengakuan sahabat” karibnya. ntah sudah berapa, ada yang bernama ABI, BRIAN, NAKSABANDI, IBI, NIBI, bahkan pada salah satu teman sekolah SMA dulu bernama SUBKI. ntahlah, saya bukan tergolong pria yang handal dalam ranah percintaan. memanglah benar cinta adalah suatu perjalanan dan untuk dijalani. bukan hanya kata” manis yang terucap atau untuk diombralkan.  tapi mengapa ya, saya harus merasakan hal seperti ini. saya pun sempat merasa heran, mengapa cinta ini tak pernah berujung dengan manis.
sudah cukup lama, berkisar 4 tahun dari memulai perjuangan ini. berlangsung untuk salah, disalahkan dan menyalahkan, tapi itulah sewajarnya manusia. kata” hinaan, sandiwara, dan kemunafikan sering terselip dalam cerita ini. saya selallu berharap untuk menjadi pasangan hidupnya, tapi bagaimana mungkin bila tidak menenpatkan diri sebagai orang terdekatnya. entah itu keluarga, kawan, ataupun kekasihnya sendiri.
rasa keingin tahuan terhadap orang lain yang berpasangan membuat diri ini bertanya-tanya. memanglah benar cinta itu buta, tapi bukan untuk membutakan hal” lain disekitar. mereka yang tertawa lepas, mengimpikan masa depan bersama, ataupun hal” lainnya semakin membawa saya pada ketakutan terdalam untuk lepas rasa ini. hati ini sudah milik wanita tersebut, terlebih dengan kejantanan yang bahkan dipertanyakan dengan orang” terdekat saya, bahkan sampai keraguan pada hal” yang seharusnya tidak dilontarkan untuk mereka.
bukanlah hal yang mudah, saya juga patut menyadari cinta ini tidaklah pantas jika hanya bermodal kelamin. lagipula ada apa dengan kelamin ini, saya cukup paham atas kehalalan suatu hubungan. terus untuk bekerja keras, bukan karena sekedar tanggung jawab sebagai pasangan hidup, bahwa realitanya wanita tersebut juga dilahirkan dari keluarga yang lebih dari berkecukupan. terlebih jika sewaktu waktu ditempatkan pada persoalan yang cukup menyulitkan, ingin rasanya disemangati, mengetahui canda tawanya, ataupun hal” positif lain dan sebaliknya. apa yang salah jika terus berharap, saya memang benar” mencintainya.  begitu pun dengan janji” yang terus diingkari. mungkin memang kurang sabar, tapi apalah arti kesabaran jika nantinya harus terkecewakan, toh buktinya semakin jelas dan terus terjelaskan. baik itu berupa foto, tulisan, pengakuan, bahkan sampai pada no ponsel yg telah ditukar dngn pasangannya.
dulu, banyak sekali penyataan” hal yang menguatkan saya, yang masih teringat jelas dan mendorong untuk terus berjuang. nasibnya yang memang dilahirkan sebagai anak bungsu, perjanjian/kesepakatan dengan orang tua, atau pun yang saya ketahui pada ketidak sukaannya dengan status. ternyata hal itu tidaklah tepat, mungkin memang saya yang salah untuk menjadikannya yang terbaik.
tentu banyak pelajaran dari pengalaman ini. seperti biasa, saya tidak yakin untuk benar” melepas rasa ini. walaupun begitu, adalah suatu kepatutan bagi saya untuk tidak memperjuangkannya lagi. tetapi ntah, saya selallu merasa bahwa ialah jodoh saya. meski hanya dapat disimpan dalam hati dan tak pernah tuk memilikinya dmi cita-cita bersama.

Kamis, 23 Agustus 2012

Cerpen - Tak Perlu Membalas Kebaikan Ku,Sahabat

“Tak Perlu Membalas Kebaikan Ku,Sahabat”

Oleh : Lorensius Alfian



“Aras,Aras, tunggu sebentar”
Sekolah baru saja usai, Aras sedang berjalan pulang ketika mendengar suara seseorang memanggilnya. Dia menoleh ke belakang. Terlihat Tika berlari mengejarnya dengan tergopoh-gopoh.
“Ade ape,Ka?”, tanya Aras keheranan.

“Tunggu amb,Aku mau balekan ini ”, kata Tika sambil memberikan sebuah tas plastik kepada Aras.
Aras melihat isi tas plastik tersebut,lalu bertanya, “Waii,nape dibalekan te,dak suke same sepatu ni e?”
“Ndakk, ee..., maksudnye, aku suke sepatu nan.”
“Lalu ngape kau balekkan,kau ndak perlu e?”, tanya Aras menyelidik.
“Bujurnye aku perlu sepatu tu, tapi....”, suara Tika terhenti,dia ragu-ragu untuk meneruskannya.
“Tapi apa,Ka?”, tanya Aras lagi.

Tika teringat dengan kejadian kemarin. Ketika itu,dia baru saja pulang dari sekolah. Saat masuk rumah,segera ditemuinya Ibunya yang sedang memasak di dapur.

“Mak…Mak… liat amb”, katanya sambil berjingkat-jingkat penuh kegirangan.
Ibunya menengok sebentar ke arah Tika, kemudian kembali sibuk mengaduk-aduk masakannya di panci, “Liat apenye?”
“Liat amb Mak, bagus kan?”, kata Tika sambil mengangkat kaki kirinya,menunjukkan sepatu baru yang sedang dipakainya.
Ibunya menengok sekali lagi sambil berkata, “Iye, bagus sepatu yang kau pakai nan. Pinjam same siape??”

“Ni punye ku amb Mak e”, kata Tisa dengan nada gembira.
“E..gian ye?? Jadi kau udah buka tabungan kau e??. Memang udah banyak amb e duit tabungan kau nan?”, tanya ibunya.
“Ndak, duit nan masih disian mah. Sepatu ni dikasik Aras”
“Aeh bujur sikit kau nan?”, tanya ibunya tidak percaya. “Ingat,usah sembarangan mintak-mintak same kawan kau ye”, lanjutnya.

“Adak agh ehh Mak”, sergah Tika, “ceritanye gini: kebetulan Aras kan beli sepatu baru minggu te, tapi kebesakan sedikit. Ditawarkannye ke aku,lalu ku cobe amb,muat. Lalu dikasiknye amb ke aku”.

“ehhh untung gik kau te Ka. Umak,Bapaknye tau dak e?”, tanya ibu Tika.
“Ye lahh. Mane gak berani Aras berik barang dak ijin same Umaknye te bah. Sidak baik ye Mak”, kata Tika.
“Aok. Tapi Mama dak yakin bapak kau suke”, kata ibu Tika sambil tetap memasak.
“Adak aghh Mak,Bapak nan pasti sukenye”, kata Amanda yakin, “Tunggu jak kalau Bapak kau pulang nantik”, wanti-wanti ibunya.

Benar. Ketika ayahnya pulang ke rumah setelah seharian bekerja,Tika langsung menyambutnya dengan memamerkan sepatu barunya. Tapi jawaban ayahnya seperti perkiraan ibunya tadi.

“Ape te? Kau diberik barang gik im??. Cepat balek kan. Kite udah dapat banyak dari sidak,Ka. Dolok tas. Bulan lalu seragam kau pun diberik bapak Aras,uang sekolah kau pun dilunaskannye pas Bapak dak punye duit. Udah dak teitung gik lah pemberian sidak untuk kite”
“Tapi Aras bah ikhlas berik ini untuk aku”, kata Tika membela diri.

“Benar. Bapak ndak sangkal ketulusan hati sidak. Tapi ini udah terlalu banyak. Sidak selalu bantu kite,tapi ape yang bise kite kasik ke sidak? Ndak ade agh”, kata ayah Tika dengan sedih.

“Sidak dak mauk dibalas mah Pak”, kata Tika mencoba meyakinkan ayahnya.
“Dak bise. Pokoknye sepatu nan harus dibalekkan cepat”, jawab ayah Tika dengan tegas. “Usah terimak gik barang dari sidak. Keluarge Pak Dedi memang baik,tapi kite dak bise terus terima bantuan dari sidak. Ape yang bise kite berik ke sidak,sidak nan kaye,dak perlu sesuatu dari kite yang miskin ni”.

“Tapi Pak…”, Tika mencoba menawar.
“Ndak ade tapi tapi, ini dah jadi keputusan Bapak. Sepatu tu udah harus dibalekkan besok”.
“Ye Pak’, kata Tika menyerah.

Aras memandang wajah Tika yang sedih ketika menceritakan alasannya mengembalikan sepatu pemberiannya tersebut.
“Udah amb, dak usah sedih. Gimane kalau sepatu ni tetap kau simpan,tapi usah sampai ketauan Bapak kau”, kata Aras menghibur.

“Ndak agh. Aku udah janji harus balekkan sepatu ni”, kata Tika.
“Oke ku simpankan dolok sepatu ini,nanti kalo Bapak kau dak marah gik, kau boleh ambik gik mahh”
“Aoklah Ras, kau memang baik. Kau ni memang sahabat sejatiku”, kata Tika sambil memeluk sahabat karibnya itu.

Keesokan harinya, Aras tidak masuk sekolah. Tika mencari-cari ke manapun di sekolah tapi Aras tetap tidak tampak juga. Pada jam pelajaran ketiga Pak Guru memberi pengumuman kepada murid-murid sekelas Tika:
“Anak-anak, ada kabar buruk. Pak Dedi,bapak Aras mengalami kecelakaan mobil pagi tadi. Beliau terluka parah dan sekarang ada di rumah sakit memerlukan darah yang cukup banyak. Bapak akan segera meminta guru-guru untuk mendonorkan darah bagi Pak Dedi. Kalian pulang lebih awal.”

Anak-anak segera berebut keluar kelas untuk pulang. Tika juga segera keluar ruangan dan berlari menuju ke tempat ayahnya biasa bekerja. Terlihat ayahnya masih duduk di atas becaknya menunggu calon penumpang. Tika bergegas menemuinya dan menceritakan pengumuman Pak Guru tadi.

Mereka berdua segera menuju ke rumah sakit dan menuju ke ruang gawat darurat di mana ayah Aras dirawat. Setelah ayah Tika menjelaskan maksud kedatangannya,seorang kerabat Pak Dedi menunjukkan jalan ke ruang PMI untuk donor darah. Setelah darahnya diambil,terlihat para guru sekolah Aras berdatangan dan sebagian mendonorkan darahnya. Berkat sumbangan darah dari ayah Tika dan para guru,kondisi Pak Dedi segera membaik.

“Terima kasih banyak, Pak Iwan”, kata Pak Dedi pada saat menengok Pak Dedi di rumah sakit. “Berkat bantuan Pak Iwan, saya bisa pulih kembali seperti sediakala”.

“Ah adak Pak, itu memang udah kewajiban untuk bantu sesama. Kan selama ni keluarga Pak Dedi sudah sangat sering membantu kami,tanpa kami mampu membalas”, kata ayah Tika.

“Pak Iwan tidak perlu memikirkan untuk membalasnya. Kami melakukan semuanya selama ini dengan ikhlas. Tika kan kawan Aras yang paling akrab dan sering membantu Aras dalam belajar dan mengerjakan tugas. Kirenye itu pun udah cukup. Karna itu mak kasih ye Pak Iwan udah menyelamatkan nyawa saya”, kata ayah Aras sambil tersenyum.

“Same-same Pak, kami juga mengucapkan banyak mak kasih atas bantuan yang dak tehitung selama ini”, kata Pak Iwan.
Tika dan Aras saling berpandangan dengan gembira mendengar percakapan kedua orang tua mereka.

“Kalau gian, boleh amb aku kasikan gik sepatu yang kemaren”, tanya Aras.
“Ye..bolehlah . Kan Pak Iwan?. Ini sebagai ucapan terima kasih kami”, kata ayah Aras cepat-cepat.
“Yelahh kalau gian”, jawab ayah Tika tidak mampu menolaknya.

“Asikk”, teriak Aras dan Tika bersama-sama sambil melompat-lompat gembira.
“Ha….ha….ha….”, ayah ibu Aras dan Tika tertawa berderai melihat kelakuan kedua anak itu.


“END”