“Kenapa
kau pergi,Ayah”
Oleh :
Lorensius Alfian Syarai
1 April 2012
Aku sedang berbincang dengan kemiskinan. Kemiskinan hatiku. Keraguan cinta-Mu,Tuhan. Tidakah kau lhat ibuku? Air matanya tak pernah berhenti mengalir memenuhi bendungan nyawaku yang tak mampu lagi menampungnya.
Tuhan.. Masihkah kau tega melihat ibuku selalu berbaring menanyakan kemana suaminya?
Adakah yang mewakiliku untuk mnjawabnya?
Aku sedang berbincang dengan kemiskinan. Kemiskinan hatiku. Keraguan cinta-Mu,Tuhan. Tidakah kau lhat ibuku? Air matanya tak pernah berhenti mengalir memenuhi bendungan nyawaku yang tak mampu lagi menampungnya.
Tuhan.. Masihkah kau tega melihat ibuku selalu berbaring menanyakan kemana suaminya?
Adakah yang mewakiliku untuk mnjawabnya?
Adakah Kau mewakiliku untk
menjawabnya?
Setahun lalu ayah Mila meninggal dunia. Saat itu pula, ibunya sedang koma di sebuah Rumah Sakit di Jakarta.
Setahun lalu ayah Mila meninggal dunia. Saat itu pula, ibunya sedang koma di sebuah Rumah Sakit di Jakarta.
“Kau tahu?Ayahku adalah orang jujur. Dan ia meninggal karna kejujurannya.
Inikah keadilan,Tuhan? Inikah yang namanya kejujuran akan menang? Ayahku
dibunuh dengan kejujurannya. Dan apa yang bisa aku lakukan? Hanya bisa menangis
saat ayahku dimandikan. Hanya bisa menangis saat ayahku dimakamkan. Dan hanya
akan slalu menangis saat ibuku brtanya, " Ayahmu Ke Mana?" “ Mila
selalu menangis meratapi hidupnya.
Mila sudah menjadi anak yatim saat duduk dibangku SMA. Masa SMA seharusnya dilaluinya dengan canda dan tawa dengan teman-temannya,namun sifatnya sangat dewasa melebihi umurnya. Tak pernah ia pergi kemanan-mana,ia selalu menjaga ibunya yang terbaring lemah di rumah sakit yang selalu bertanya kemana suaminya. Sebelum ayahnya meninggal, ia meminta Mila agar selalu menjaga ibunya. “Ibuku harus bahagia” itulah yang memotivasi Mila setiap saat.
Mila sudah menjadi anak yatim saat duduk dibangku SMA. Masa SMA seharusnya dilaluinya dengan canda dan tawa dengan teman-temannya,namun sifatnya sangat dewasa melebihi umurnya. Tak pernah ia pergi kemanan-mana,ia selalu menjaga ibunya yang terbaring lemah di rumah sakit yang selalu bertanya kemana suaminya. Sebelum ayahnya meninggal, ia meminta Mila agar selalu menjaga ibunya. “Ibuku harus bahagia” itulah yang memotivasi Mila setiap saat.
Saat
tersadar dari komo,ibu Mila terus mencari suaminya. Namun Mila tak pernah
mengatakan bahwa Ayahnya sudah meninggal karna dibunuh,Mila tidak ingin kalau
ibunya shock dan kembali koma. Dia ingin membuat ibunya sembuh dan bahagia
sesuai janji pada ayahnya. Tapi tetap saja,ibunya merasa dibohongi. Ibunya
menjadi penyendiri dan tak mau berucap kata. Mila berkata bahwa ayahnya hanya
pergi menjalankan tugas dinasnya,yang kebetulan ayah Mila adalah seorang ABRI.
“Oh Tuhan... Aku sungguh tak sehebat yang kau kira. Aku dipaksa ikhlas
padahal sebenarnya tidak. Tapi kalau aku saja tak kuat, bagaimana pula dengan
ibuku?
Aku tak membenci pembunuh ayahku. Sungguh tak ku benci. Karna aku percaya,ada tempat untuk seorang pmbunuh di api neraka.” Mila kembali meratapi nasib malangnya. Kemudian Mila menggambil buku diari tempat ia menuangkan semua keluh kesahnya. Di situ ia mulai menulis.
oh ayah.. Kau sedang apa?
Aku merindukanmu sungguh.
Aku sungguh-sungguh merindukanmu..
Rindukah kau kepadaku?
Aku rindu belaianmu...
Aku rindu kau kecupan dikening sebelum tidur
Aku ingin bertemu dengan mu,Ayah
Aku ingin kau kau kecup kening ku agar siang terasa lebih lama
Bisakah kita bertemu?
Aku tak membenci pembunuh ayahku. Sungguh tak ku benci. Karna aku percaya,ada tempat untuk seorang pmbunuh di api neraka.” Mila kembali meratapi nasib malangnya. Kemudian Mila menggambil buku diari tempat ia menuangkan semua keluh kesahnya. Di situ ia mulai menulis.
oh ayah.. Kau sedang apa?
Aku merindukanmu sungguh.
Aku sungguh-sungguh merindukanmu..
Rindukah kau kepadaku?
Aku rindu belaianmu...
Aku rindu kau kecupan dikening sebelum tidur
Aku ingin bertemu dengan mu,Ayah
Aku ingin kau kau kecup kening ku agar siang terasa lebih lama
Bisakah kita bertemu?
Tak sadar
airmata Mila menetes diatas kertas buku diarinya. Dia langsung menutup diarinya
dan beranjak tidur. Tak lama ia terbangun,namun semua terasa berbeda. Ia
tersesat disebuah tempat dengan cahaya yang menyilaukan. Terlihat sesosok pria
mengenakan baju putih berdiri didepannya. “Ayah?” teriak Mila dan langsung
memeluk sosok itu. Dia bertemu dengan Ayahnya. Namun tak lama,cahaya meredup
dan seketika Mila terbangun dari mimpinya.
“Malam itu sangat ingin kuabadikan. Kau tahu? Aku brtmu ayah! Aku brtmu
denganya! Ia sungguh tampan dengan pakaian putih yang ia kenakan. Aku
memeluknya! Aku memeluk ayahku, Dunia! Ayahku menangis saat ia berkata ia merindukan
ibu. Ia menangis saat ku ceritakan tentang ibu yang selalu setia menunggu
dirinya. Hmm.. Aku bisa apa? Ayahku berkata, jagan bohongi ibu terlalu lama”
Mila menulis kejadian semalam yang ia rasakan dibuku diarinya.
Ia kemudian
pergi ke kamar ibunya. Ia menatap mata ibunya. “Kapan Ayah pulang?” Tanya
ibunya. Mila menarik nafas panjang kemudian berkata " Ayah tak akan kembali,ibu.
Tapi kita pasti akan bertemu dengan ayah. Pasti !"
Meneteslah
airmata ibu Mila. Mila merasa begitu bersalah. Namun semua telah dikatakan,tak
dapat ditarik kembali. Mila tak pernah bermaksud membuat ibunya semakin
terpuruk. Mila yakin ibunya akan marah besar padanya,tapi dugaannya salah.
Ibunya menghapus airmata yang mengalir dipipinya dan menghapus airmta Mila. “Aku
sudah tahu, sayang. Tadi malam ayahmu datang. Aku tak apa-apa. Maksudku, aku berusaha
sudah tak apa-apa. Maukah kau mngantarku ke makam ayahmu?” kata ibunya mengaja
Mila pergi ke makam.
Mila pun
pergi mengantar ibunya. Saat dimakam ayahnya, ibunya berdo'a hening untuk cinta
matinya. Dan tak disangka-sangka Mila melihat ayahnya menggunakn peci berdiri
di dekat ibunya. Masih selalu tampan. Dan Mila pun menangis. Ayahnya berkata
“hapus air matamu sebelum ibumu tau”. Aku akan slalu ada,sayang. Jadi.. Berjanjilah untuk tidak menangis lagi. Tatap masa depanmu sebesar kepercayaanmu akan Tuhan. Tuhan mncintaimu, anaku. Sangat cinta. Jika kau belum mengerti, tunggu beberapa tahun lagi. Kebahagiaanmu akan abadi.”
“bisakah kebahagiaan itu datang tanpa seorang ayah, ayah?”, balas Mila menundukan kepala.
“Aku berjanji akan selalu bersamamu, sayang. Meskipun tak beraga. Tapi aku berjanji... Agar abadi itu menjadi nyata” jawab ayahnya dengan senyuman dan langsung menghilang.
“hapus air matamu sebelum ibumu tau”. Aku akan slalu ada,sayang. Jadi.. Berjanjilah untuk tidak menangis lagi. Tatap masa depanmu sebesar kepercayaanmu akan Tuhan. Tuhan mncintaimu, anaku. Sangat cinta. Jika kau belum mengerti, tunggu beberapa tahun lagi. Kebahagiaanmu akan abadi.”
“bisakah kebahagiaan itu datang tanpa seorang ayah, ayah?”, balas Mila menundukan kepala.
“Aku berjanji akan selalu bersamamu, sayang. Meskipun tak beraga. Tapi aku berjanji... Agar abadi itu menjadi nyata” jawab ayahnya dengan senyuman dan langsung menghilang.
END
Karya :
Lorensius Alfian Syarai
"Kamu
jahat!! Aku gak suka dipanggil bohay!"
"Laa
emang kenyataannya kan?"
"aaaa
Fian" tampak masih seperti yang dulu.
Nabila yang
tampak tak berubah, Nabila yang tetap dengan kesendirian. Walaupun dia sudah
ada yang punya. Andai saja aku bisa menemaninya. Pergi mengitari kota ini
berdua. Pasti indah rasanya.
Entah,
mengapa bisa terlintas dalam bayanganku untuk memilikinya lagi??
seperempat hatiku masih tertinggal disana. Dan aku tak tahu, apakah hatiku itu
kembali utuh kembali lagi dan akan kuberikan kepada wanita lain atau apa?? Aku
juga tak tahu..
Seandainya
mimpi itu lebih dulu datang ketimbang suamimu, mungkin aku sudah memiliki baby
yang lucu untuk kau timang setiap hari..
Hahh
"Rajin-rajinin Sekolah Tu, supaya gak rugi Bapak nyekolahin
kamu. Masalah cewek gampang. Yang penting kamu Rajin Sekolah, dapet kerjaan,
kamu pasti bakalan dicari sama cewek-cewek. Buktikan itu!!"
Hanya itu yang terlintas dalam
benakku saat ini..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar