follow me

Jumat, 24 Agustus 2012

Cerpen - Bukan Dia Tapi Aku


Bukan Dia Tapi Aku

Oleh : Abriandi Saputra

Sebenar benarnya judul ini saya ambil dari sebuah lagu yang cukup ternama. judika, dialah namanya penyanyinya. ntah, mulai banyak di gerumuni banyak penggemar. siapalah yang tak menyukai lagu ini, makna yang cukup mendalam juga pengalaman umum percintaan yang sewajarnya. perselingkuhan, penghianatan, bahkan pada pendustaan akan cinta memberi warna tersendiri terhadap kehidupan. sebuah pengorbanan nyata dibalik setiap harapan untuk mencintai dan dicintai secara utuh. terlebih, dengan karakter vokal penyanyi yang saya rasa cukup untuk mendobrak pasar di tanah air.
“bukan dia, bukan dia, tapi aku”, sepenggal lirik dalam lagu tersebut. sebuah pengakuan dari segelintir kebijakan untuk menerima nasib dalam percintaan. memang sungguh berat, ketika manusia dihadapkan pada pilihan-pilihan yang rumit (baca: antara tujuan dan prosesnya). tapi apalah daya disaat mentalitas pria diuji dengan air mata. rasa yang sungguh mendalam untuk terwujudnya cita-cita bersama.
memahami antara satu sama lain cukuplah sulit. pola komunikasi yang dibangun juga patut untuk menjadi bahan pertimbangan. bahwa manusia diciptakan untuk hidup berpasang-pasangan, juga untuk mengetahui kualitas pada bentuk, hakekat maupun nilai cinta itu sendiri. pengunduran diri yang memberikan makna terdalam, bahwa cinta memang tak harus memiliki. terus menerus tersakiti, tanpa adanya kesempatan pada pembuktiannya. biarlah tuhan yang menjawab, bahwa sesungguhnya tuhan maha mencintai selallu mengerti.
begitu pun dengan saya, sebenarnya saya tidak ingin untuk bercerita. tapi apa daya, saya sungguh merasa ingin melontarkannya. cinta yang saya perjuangkan terhadap seorang wanita selallu berujung dengan kekecewaan. bukanlah salahnya, meski juga membela bahwa buka kesalahan saya juga. tidak ada perjuangan yang sia”, hanya itu yang saya percaya. rasa harap yang terus ada, harus terhenti dengan pengetahuan tentang keberadaan kekasih” wanita tersebut, ntah lewat jaringan sosial ataupun pengakuan sahabat” karibnya. ntah sudah berapa, ada yang bernama ABI, BRIAN, NAKSABANDI, IBI, NIBI, bahkan pada salah satu teman sekolah SMA dulu bernama SUBKI. ntahlah, saya bukan tergolong pria yang handal dalam ranah percintaan. memanglah benar cinta adalah suatu perjalanan dan untuk dijalani. bukan hanya kata” manis yang terucap atau untuk diombralkan.  tapi mengapa ya, saya harus merasakan hal seperti ini. saya pun sempat merasa heran, mengapa cinta ini tak pernah berujung dengan manis.
sudah cukup lama, berkisar 4 tahun dari memulai perjuangan ini. berlangsung untuk salah, disalahkan dan menyalahkan, tapi itulah sewajarnya manusia. kata” hinaan, sandiwara, dan kemunafikan sering terselip dalam cerita ini. saya selallu berharap untuk menjadi pasangan hidupnya, tapi bagaimana mungkin bila tidak menenpatkan diri sebagai orang terdekatnya. entah itu keluarga, kawan, ataupun kekasihnya sendiri.
rasa keingin tahuan terhadap orang lain yang berpasangan membuat diri ini bertanya-tanya. memanglah benar cinta itu buta, tapi bukan untuk membutakan hal” lain disekitar. mereka yang tertawa lepas, mengimpikan masa depan bersama, ataupun hal” lainnya semakin membawa saya pada ketakutan terdalam untuk lepas rasa ini. hati ini sudah milik wanita tersebut, terlebih dengan kejantanan yang bahkan dipertanyakan dengan orang” terdekat saya, bahkan sampai keraguan pada hal” yang seharusnya tidak dilontarkan untuk mereka.
bukanlah hal yang mudah, saya juga patut menyadari cinta ini tidaklah pantas jika hanya bermodal kelamin. lagipula ada apa dengan kelamin ini, saya cukup paham atas kehalalan suatu hubungan. terus untuk bekerja keras, bukan karena sekedar tanggung jawab sebagai pasangan hidup, bahwa realitanya wanita tersebut juga dilahirkan dari keluarga yang lebih dari berkecukupan. terlebih jika sewaktu waktu ditempatkan pada persoalan yang cukup menyulitkan, ingin rasanya disemangati, mengetahui canda tawanya, ataupun hal” positif lain dan sebaliknya. apa yang salah jika terus berharap, saya memang benar” mencintainya.  begitu pun dengan janji” yang terus diingkari. mungkin memang kurang sabar, tapi apalah arti kesabaran jika nantinya harus terkecewakan, toh buktinya semakin jelas dan terus terjelaskan. baik itu berupa foto, tulisan, pengakuan, bahkan sampai pada no ponsel yg telah ditukar dngn pasangannya.
dulu, banyak sekali penyataan” hal yang menguatkan saya, yang masih teringat jelas dan mendorong untuk terus berjuang. nasibnya yang memang dilahirkan sebagai anak bungsu, perjanjian/kesepakatan dengan orang tua, atau pun yang saya ketahui pada ketidak sukaannya dengan status. ternyata hal itu tidaklah tepat, mungkin memang saya yang salah untuk menjadikannya yang terbaik.
tentu banyak pelajaran dari pengalaman ini. seperti biasa, saya tidak yakin untuk benar” melepas rasa ini. walaupun begitu, adalah suatu kepatutan bagi saya untuk tidak memperjuangkannya lagi. tetapi ntah, saya selallu merasa bahwa ialah jodoh saya. meski hanya dapat disimpan dalam hati dan tak pernah tuk memilikinya dmi cita-cita bersama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar